Saturday, March 8, 2014

Australia makin Gundah dengan Modernisasi Alutsista TNI AU


Dasar pemikiran strategis dari Pimpinan TNI, khususnya TNI AU serta Kemenhan untuk memodernisasi daya pukul alutsista TNI AU membawa angin segar dalam bidang pertahanan Indonesia. Kebutuhan akan Angkatan Udara yang kuat dan disegani tersebut disetujui oleh Presiden SBY, dan kemudian mendapat apresiasi dan persetujuan DPR. Sebuah kesadaran dan kebersamaan yang cerdas dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara. Upaya untuk mencapai kekuatan pokok minimum, MEF (Minimum Essential Force) pertahanan masih menjadi fokus kebijakan pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI ke depan.
Setelah melalui jalan panjang, TNI AU mulai dibenahi oleh pimpinan nasional yang melihat betapa pentingnya peran angkatan udara disebuah negara. Sebagai contoh, Amerika Serikat memainkan USAF sebagai sarana pendikte dan mementahkan kekuatan militer Libya, dalam membantu pemberontakan di Libya terhadap Kolonel Khadafi. Demikian juga operasi clandestine CIA yang menggunakan pesawat tanpa awak untuk mengejar dan membunuh tokoh-tokoh Al-Qaeda dinyatakan sukses dengan kertugian sangat minim.
TNI AU mulai menggunakan keluarga Sukhoi-27 pada tahun 2003 setelah batalnya kontrak pembelian 12 unit Su-30MKI pada 1996. Kontrak tahun 2003 mencakup pembelian 2 unit Sukhoi-27SK dan 2 unit Sukhoi-30MK senilai 192 juta dolar AS tanpa paket senjata. Itulah awal kebangkitan kekuatan udara Indonesia dalam mengimbangi kekuatan udara negara tetangga.
Disamping itu Indonesia sudah menandatangani kerjasama dengan Korea Selatan, berpartisipasi membangun pesawat tempur generasi 4,5 KFX/IFX (Korean-Indonesian Fighter Xperimental), Boramae, yang dalam rencana awalnya TNI AU akan memiliki sebanyak 50 buah pada tahun 2020. Masa depan KFX/IFX Boramae menjadi tidak jelas setelah Pemerintah Korea Selatan menyatakan memotong anggaran proyek tersebut.
Dari sejarah Indonesia menyangkut kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, konflik dan ancaman kedaulatan negara hanya terjadi karena gesekan dengan negara tetangga. AU Indonesia mulai lebih disegani setelah acara MAKS 2007 di Moskow, dimana Departemen Pertahanan mengumumkan kontrak untuk pembelian 3 unit Sukhoi-27SKM dan 3 unit Sukhoi-30MK2 senilai 350 juta dolar AS. Kini TNI AU sudah memiliki 10 Sukhoi dan akan lengkap menjadi satu skadron pada 2014. Disamping pada 2014 mendatang, TNI AU akan memiliki 34 F-16 setara Block 52 ( 24 F-16 C/D asal dari hibah dan 10 upgrade F-16 TNI AU sepaket dengan hibah F-16).
Kegundahan Australia
Dalam meninjau ancaman, intelijen udara mengukur dari sisi kekuatan, kemampuan dan kerawanan baik unsur penyerang maupun unsur pertahanan musuh ataupun calon musuh. Standar analisa intelijen udara di negara manapun menggunakan standar yang sama, 3K dan 1N(Niat). Sejak operasi Trikora pada 1961, Australia walaupun tidak secara langsung menempatkan Indonesia sebagai ancaman, mengatakan bahwa musuh akan datang dari Utara. Australia menggelar kekuatannya lebih fokus ke Utara, pengamatan wilayah dilakukan dengan over the horizon radar, yang mampu memonitor hingga pulau Jawa dan Kalimantan.
Sejak TNI AU mengikuti latihan bersama Pitch Black 2012, pemerintah Australia, khususnya RAAF merasakan kegundahan dan keterkejutan, dimana Su-30 TNI AU ternyata lebih unggul dibandingkan F-18F Super Hornet hampir disemua lini. Dari hasil latihan tersebut, Australia harus membuat pilihan, memilih rencana pengadaan 100 unit F-35 Lightning dari Amerika (joint strike fighter) atau tetap membeli dua skadron 24 F-18 Super Hornet.
The Business Spectator menyatakan, “Indonesia merencanakan akan membeli 180 pesawat tempur Sukhoi dari Rusia/India yaitu PAK-FA T-50 atau Su-35S. Jadi pertanyaannya lebih baik dipilih F-35 daripada Hornet. Apabila Indonesia kemudian dimasa depan ikut memperkuat Angkatan Udaranya dengan Su-35S atau T-50, maka AU Australia akan menjumpai masalah besar, demikian kesimpulannya.
Siaran pers resmi yang ditulis harian Rossiiskaya Gazeta mengatakan bahwa T-50 akan menggabungkan fungsi dari peran sebagai pesawat serbu dan fungsi sebagai jet tempur. Pesawat ini dilengkapi dengan avionik modern yang mengintegrasikan fungsi elektronik dan array radar. Perlengkapan baru tersebut akan memberikan kesempatan kepada penerbang untuk lebih berkonsentrasi dalam melakukan tugas pertempuran.
Para pengamat militer di Australia menyatakan bahwa dalam memegang slogan RAAF (first look, first shoot, first kill’), para pejabat pertahanan harus berjuang keras mencari jalan keluar dengan tidak mempertahankan Hornet yang dianggap sudah ketinggalan jaman. Sukhoi oleh Australia dinilai terlalu hebat.
Lebih jauh analis Bisnis Spectator menyatakan, “Sebagai contoh, JSF (Joint Srike Fighter) dapat beroperasi secara efektif hanya untuk ketinggian maksimal sekitar 40.000 kaki (walau masih bisa beroperasi lebih tinggi tetapi kalah di tingkat yang lebih tinggi). Sebaliknya, Sukhoi dapat beroperasi pada kapasitas penuh di tingkat yang jauh lebih tinggi dan dengan kelebihan dan keuntungan, mereka memiliki sistem dan senjata yang bisa meruntuhkan sebuah JSF Australia sebelum mereka memiliki kesempatan menerapkan slogannya.” Ditegaskan oleh BS bahwa tidak ada pertempuran udara yang diperlukan. Pesawat Australia sudah runtuh sebelum bertempur, karena disergap jauh sebelum dia menyadarinya.
Jalan keluar yang disarankan adalah apabila Australia (RAAF) memiliki F-22 Raptor atau teknologi Raptor yang diterapkan pada pesawat tempur pilihan yang dipilih. Yang menjadi masalah, Amerika tidak mengijinkan F-22 dijual kepada negara lain selain untuk kepentingan pertahanan dalam negerinya.
Yang menarik, New Australia merekomendasikan Australia justru memilih Sukhoi seperti yang dilakukan India, mendapatkan lisensi dengan ijin membangun Sukhoi Australia, baik Sukhoi Flanker Su-35S atau pesawat Su-32 Fullback. Preferensi saat ini adalah Su-35S. Saat ini Sukhoi memberikan lisensi pembuatan pesawat tempur di India dan China. Australia bisa membeli utuh pesawat Sukhoi dan membangun avioniknya, dan persenjataan lokal. Kini banyak perusahaan di Rusia, Asia, Israel dan Eropa terlibat dalam pembuatan komponen Sukhoi. Sukhoi adalah ‘open source’,demikian menurut New Asia.
Dalam pemikiran strategis, Australia selain memandang Indonesia sebagai ancaman, juga menempatkan India sebagai ancaman. Selain itu perkembangan situasi Hankam di kawasan Laut Pasifik Selatan, menjadi perhatian Australia dengan kerjasamanya bersama Amerika. Pada pemerintahan Kevin Ruud Australia berposisi anti India, pada posisi ini menempatkan Australia terpaksa membeli F-35. Dalam pemerintahan Julian Gillard, Australia akan mendekati India dan menjadi sekutunya, berpeluang bisa mendapatkan peluang memiliki T-50. Australia menurut RBTH disarankan lebih baik memiliki Super Flankers yang murah (USD 66 juta/buah) dibandingkan harga F-35 (USD 238 juta/buah).
Sukhoi dinilai jauh lebih unggul dibandingkan JSF. Su-35 memiliki jangkauan efektif sekitar 4.000 km dibandingkan dengan hanya 2.200 km untuk F-35. . Ini berarti JSF membutuhkan dukungan pesawat tanker untuk menutup ruang (wilayah Australia) yang lebarnya 4.000km. Selain itu, kecepatan Su-35 adalah Mach 2,4 (hampir dua setengah kali kecepatan suara), sedangkan F-35 terbatas pada Mach 1.6. Menurut Victor M. Chepkin, pertama wakil direktur umum NPO Saturn, mesin AL-41f baru akan memungkinkan jet Rusia untuk supercruise (terbang pada kecepatan supersonik untuk jarak jauh.) Dengan tidak harus beralih ke afterburner. Dengan demikian, pesawat dapat mengirit bahan bakarnya. Kesimpulannya baik F-35 maupun F-18 performance-nya berada dibawah Su-35.
Kini Australia menghadapi dilema kegundahan. RAAF terus mengikuti perkembangan modernisasi TNI AU. Dengan memiliki keluarga Flankers, maka Indonesia pada masa mendatang bukan tidak mungkin akan bisa memiliki pesawat tempur Su-35, dan bahkan pesawat tempur T-50 generasi kelima. T-50 PAK FA jet tempur (Prospective Airborne Complex of Frontline Aviation) kini sedang mengalami uji engine di Zhukovsky Airfield, Moscow. Menurut Viktor Bondarev, Commander in Chief Russian Air Force, tes T-50 akan memakan waktu sekitar 2-2,5 tahun, sehingga pada tahun 2015-2016, T-50 akan sudah dapat di kirim ke AU Rusia.
Berdasarkan beberapa fakta tersebut, nampaknya Australia kini berada dalam kondisi mengalami kegundahan seperti tahun 1961, dimana Tu-16 AURI mampu mencapai daratannya tanpa terdeteksi dan tidak dapat diantisipasi. Dengan memiliki gabungan alutsista tempur udara Timur dan Barat, Indonesia kini menjadi negara yang disegani negara-negara tetangganya.
Australia menjadi lebih gundah setelah mengetahui Indonesia tertarik untuk mendirikan sebuah pusat perawatan bersama untuk pesawat fixed dan rotary wing Rusia. Victor Komardin, wakil kepala Rosoboronexport, eksportir peralatan perang Rusia, telah mengumumkan hal tersebut di Air show LIMA 2013 di Malaysia.
Disimpulkan, dengan sudah mengawali kepemilikan keluarga Flankers (Su 27/30), Indonesia (TNI AU) menjadi negara yang sangat diperhitungkan oleh Australia dan pasti juga oleh tetangga lainnya. Alih teknologi ke pesawat yang lebih canggih hanyalah soal waktu yang tidak terlalu rumit dilakukan TNI AU apabila ada pengembangan kekuatan. Australia sangat khawatir Indonesia berpeluang memiliki Su-35 dan bukan tidak mungkin dengan ekonominya yang semakin baik, suatu saat Indonesia akan memiliki pesawat tempur T-50.
Memang sebaiknya intelijen udara berfikir jauh dan strategis, memperkirakan perkembangan situasi global dan regional dan memberikan masukan kepada pimpinan yang up to date. Yang terutama harus kita fahami adalah betapa pentingnya kemampuan TNI AU dengan daya “kepruknya.” Itulah prinsip dasarnya agar kita diperhitungkan. Semoga bermanfaat.

GFP, Kekuatan Militer Indonesia Terkuat di Asia Tenggara, Bahkan No 15 di Dunia



Lembaga analisis militer, Global Firepower(GLP), melansir daftar negara-negara dengan kekuatan perang terbesar di dunia. Di empat besar ada  Amerika,disusul Rusia,China,India Sedangkan Indonesia berada di posisi 15 dibawah Pakistan,Israel,Mesir. sementara itu Australia di posisi 23,Malaysia33 dan Singapura di posisi 47. (UPDATE 08/08/2013).

Analisis GFP ini memberikan sebuah definisi tentang peta kekuatan militer yang sesungguhnya dari sebuah negara, tidak terfokus pada keunggulan jumlah pesawat tempur atau kapal combatan seperti yang selama ini menjadi opini publik.Analisis GFP yang disajikan dengan evidence yang cukup obyektif dan terbarukan, mampu menyajikan data terkini yang memberikan gambaran menyeluruh dari kekuatan militer sebuah negara berdasarkan kekuatan sumber daya militer, sistem persenjataan, kekuatan armada angkatan laut, dukungan logistic dan sebaran pangkalan, sumber daya alam untuk survival, dukungan financial dan kondisi geografis. Yang menarik kekuatan pesawat tempur digabung dengan sistem persenjataan lain apakah itu pesawat angkut, helikopter, tank, panser, artileri yang menjadi kekuatan angkatan darat. Sementara kekuatan angkatan laut menjadi faktor terpisah dan memberikan kontribusi real pada kekuatan militer sebuah negara.

Kekuatan militer Indonesia menjadi kekuatan terbesar di Asia Tenggara,bahkan mengalahkan Australia.Indonesia dengan power index sebesar 0,76. Kekuatan personel aktif mencapai 438.410 orang, dengan nilai kekuatan kendaraan lapis baja 400, nilai kekuatan pesawat militer 444, dan nilai kekuatan helikopter 187. Indeks kekuatan perang angkatan laut Indonesia sebesar 150, dengan jumlah kapal militer 139 unit berbagai jenis.Kapal-kapal yang berstatus KAL, KKP dan Polisi Air tidak diperhitungkan oleh GFP, padahal kapal-kapal jenir ini ikut berperan dalam patroli keamanan laut atau patroli pantai (Patrol Coastal Craft). Kemudian komponen cadangan (Active Military Reserves) jumlahnya bisa melebihi perhitungan GFP jika Satuan Pengamanan, Satuan Polisi Pamong Praja, Pertahanan Sipil masuk dalam perhitungan.

Sedangkan Malaysia dalam statistik Global Firepower berada di peringkat 33. Malaysia memiliki 80 ribu personel tentara aktif dan nilai kekuatan kendaraan lapis baja 69. berikut tabel perbandingan militer INDONESIA,MALAYSIA,SINGAPURA DAN AUSTRALIA.

TABEL PERBANDINGAN KEKUATAN MILITER DARAT,LAUT ,UDARA
JENIS KEKUATAN
NEGARA
INDONESIA
MALAYSIA
SINGAPURA
AUSTRALIA
Personil militer
438.41 RIBU
80 RIBU
72
47,137
LAND SYSTEM
TANK
400
69
132
59
ARMORED FIGHTING VEHICLES
506
1229
2192
1526
SELF PROPELLED GUN
647
0
48
0
TOWED ARTELERY PIECES
62
22
262
303
ROCKET PROJECTOR(LMRS)
50
36
18
0
AIR POWER
TOTAL AIRCRAFT
444
244
389
377
HELICOPTER
187
94
86
106
NAVAL POWER
TOTAL STREGH
150
55
39
54
AIRCRAFT CARRIER
0
0
0
0
FRIGATES
6
4
6
12
DESTROYERS
0
0
0
0
SUBMARINES
2
2
6
6
COASTAL CRAFT
70
25
12
14
MINE WARFARE
12
2
6
CORVETTES
23
4
6

Analisis ini memberikan sebuah definisi tentang peta kekuatan militer yang sesungguhnya, tidak terfokus pada keunggulan jumlah pesawat tempur atau kapal combatan seperti yang selama ini menjadi opini publik. Itu sebabnya walaupun Singapura punya kekuatan pesawat tempur terbanyak di ASEAN, negara pulau itu tetap tidak mampu mengungguli Malaysia, Filipina dan Indonesia. Indikator kekuatan alutsista bukan merupakan faktor penentu keunggulan militer sebuah negara.


Kita selama ini terpengaruh dengan opini psikologis bahwa Jakarta akan hancur dalam waktu dua jam jika diserang oleh pesawat tempur Singapura.atau australia.
Nah, semakin jelas bahwa kita adalah yang terbaik di kawasan ini dalam ranking kekuatan militer. Oleh sebab itu kita perlu mengeliminir opini-opini psikologis yang mengunder estimate kekuatan TNI, seakan-akan TNI yang paling lemah, seakan-akan TNI tak mampu mengatasi serangan udara Singapura, seakan-akan TNI tak mampu mengawal teritori NKRI. Dalam kondisi minimum essential force yang belum tercapai militer kita ternyata mampu menduduki ranking 15 dunia. Padahal mulai tahun 2012 sd tahun 2014 saja akan berdatangan setidaknya 60 pesawat tempur baru berbagai jenis, 15 pesawat angkut berbagai jenis, 55 Heli tempur berbagai jenis, 30 Kapal Cepat Rudal, 3 Kapal Selam, 2 Fregat, ratusan Tank dan Panser berbagai jenis. Belum lagi proyek rudal surface to surface, surface to air, rudal anti tank dan ribuan roket Rhan produksi dalam negeri.

Ini artinya peluang untuk meningkatkan ranking militer itu sangat terbuka. Namun lebih dari itu, kita harus selalu percaya diri dengan kemampuan hulubalang pengawal negara kita, dengan semangat tempurnya, dengan kualitas prajuritnya yang selalu mengungguli tentara negara jiran,singapura dan australia. Sekali lagi militer kita adalah yang terunggul diantara para jiran,malaysia,Australia . Dan itu harus kita rawat dan pelihara dengan suplai alusista yang modern dan menggentarkan. Dan itu harus konsisten dan berkesinambungan, Indonesia adalah negara besar dan dengan kekuatan besar Buktinya lembaga Survey Internasional Juga (GFP)mengakui kekuatan militer Negara kita..ingat loh kita mempunyai kekuatan militer terbesar di Asia tenggara bahkan kita masih unggul beberpa tingkat di atas Australia.

NKRI harga mati dengan kekuatan yang ada seharusnya harus mampu menjaga kedaulatan negara serta harga diri negara kita.

Di Ambang Perang dengan Rusia, Ukraina Mobilisasi Militer




VIVAnews - Krisis politik berdarah di Ukraina dalam beberapa bulan terakhir kini berkembang menjadi ancaman perang dengan tetangganya, Rusia. Pemerintahan sementara Ukraina, yang menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych, hari ini mulai memobilisasi militernya secara penuh saat Rusia menyiagakan pasukannya di Crimea, wilayah Ukraina yang otonom di sebelah selatan. 

Menurut Perdana Menteri Ukraina, Arseniy Yatsenyuk, hari ini negaranya "berada di ambang bencana." Di Crimea, pasukan Ukraina berhadap-hadapan dengan militer Rusia yang mengepung pangkalan mereka, ungkap stasiun berita BBC

Sehari sebelumnya, Presiden Vladimir Putin telah kantungi izin dari parlemen Rusia untuk kerahkan militer ke Ukraina untuk melindungi rakyat Rusia di sana. PM Ukraina pun merespons. "Ini bukan ancaman lagi, tapi benar-benar deklarasi perang atas negara saya," kata Yatseniuk seperti dikutip kantor beritaReuters.  

Pasukan Rusia pun dikabarkan sudah menggali parit di jalur perbatasan darat dengan Ukraina. Rusia, yang berhasil menyelamatkan Yanukovych dari kejaran massa demonstran dan oposisi yang menggulingkan kekuasaannya, terus menguasai beberapa fasilitas vital di Semenanjung Crimea, termasuk bandar udara dan pusat komunikasi. 

Namun fasilitas yang dikuasai Rusia itu hingga akhir pekan ini terus beroperasi seperti biasa. Moskow dengan mudah menempatkan pasukannya di Crimea lantaran wilayah itu dekat dengan pangkalan militer Rusia di Kota Sevastopol. Walau berada di wilayah Ukraina sejak pecahnya Uni Soviet awal dekade 1990an, Rusia punya hak khusus menempatkan pangkalan militernya di kota itu agar bisa mengerahkan kekuatan maritim di Laut Hitam yang berada di bagian timur Eropa.     
 
Bahkan, di Kota Sevastopol, para perwira angkatan laut Ukraina tidak bisa bekerja karena markas mereka sudah diduduki pasukan Rusia. Laksamana Yuriy Ilyn, yang baru-baru ini menjabat panglima angkata laut Ukraina dan sempat menjadi panglima angkatan bersenjata di bawah kekuasaan Presiden Yanukovych, mengaku bahwa kekuatan militer negaranya kini "tersandera oleh situasi."  

Selain ditekan Rusia dari perbatasan, Ukraina juga mendapat tekanan dari dalam. Di Kota Donestk, Ukraina bagian timur, para mantan anggota satuan polisi anti huru-hara yang baru-baru ini dibubarkan memobilisasi diri untuk mendukung kekuatan pro-Rusia.  

Ketegangan Ukraina-Rusia memanas setelah Yanukovych digulingkan secara paksa oleh massa demonstran. Sebagai pemimpin yang condong ke Rusia, Yanukovych mulai undang kemarahan rakyat Ukraina saat November lalu membatalkan kerjasama negaranya dengan Uni Eropa, yang telah diperjuangkan pemimpin sebelum dia.

Bandara Crimea Ukraina Dikuasai Pria Bersenjata





TEMPO.CO, Kiev - Bandar udara utama di Simferopol, kawasan timur Crimea, Ukraina, telah kembali pulih. Sebelumnya, bandara itu dikuasai sejumlah pria bersenjata yang juga mengambil alih gedung pemerintah, Rabu, 26 Februari 2014, menyusul penggulingan Presiden Viktor Yanukovich.

Koresponden Al-Jazeera, Laurence Lee, dalam laporannya dari Crimea, mengatakan pada Jumat, 28 Februari 2014, para pria bersenjata itu telah meninggalkan bandara. Sekitar 40 pria bersenjata pro-Moskow yang sebelumnya menguasai sejumlah gedung pemerintah di Crimea, sebuah kawasan yang penduduknya mayoritas beretnis Rusia.

"Saya melihat empat truk berisi sejumlah pria meninggalkan bandara," kata Lee seraya menambahkan sedikitnya sembilan orang bersenjata mengenakan seragam tempur masih berada di dalam bandara. Dia mengatakan, "Lalu lintas udara berlangsung normal sesuai jadwal penerbangan."

Koresponden Al-Jazeera lainnya, Robin Forestier-Walker, melaporkan, "Alasan mereka ke sini mungkin untuk memeriksa, apakah pemerintah Kiev mengirimkan pasukan melalui bandara atau ke Simferapool." Sedangkan laporan lainnya menyebutkan sejumlah pangkalan udara militer juga telah dikuasai pria bersenjata.

"Kami tidak tahu siapa mereka atau mereka berasal dari mana," kata  Forestier-Walker. Dia menggambarkan, situasinya sangat mengkawatirkan.

Adapun presiden terguling pro-Moskow, Viktor Yanukovich, diharapkan untuk pertama kalinya muncul di depan publik sejak dia tak tampak di hadapan masyarakat pekan lalu

Rusia Tak Ingin Krisis Ukraina Jadi Perang Dingin



Liputan6.com, Moskow - Juru Bicara Presiden Vladimir Putin, Dmitry Peskov, mengecam negara-negara Barat dan membela aksi Rusia di Ukraina. Namun Paskov berharap perbedaan sikap antara Rusia dan negara-negara Barat itu tidak menciptakan Perang Dingin baru.

"Perbedaan pendapat yang sangat mendalam yang bersifat konseptual antara Rusia dan Uni Eropa dan Amerika Serikat telah terdaftar," kata Peskov dikutip Reuters, Jumat (7/3/2014).

"Tapi masih ada harapan... bahwa beberapa poin kesepakatan dapat ditemukan sebagaai hasil dialog-yang belum ditolak teman kami," tambah dia.

Saat ditanya apakah Barat dan Timur tengah memasuki Perang Dingin, Peskov menjawab, "Saya percaya bahwa itu belum dimulai dan saya ingin percaya itu tidak akan mulai."

Peskov berharap dialog antara Rusia dan Ukraina dengan negara-negara Barat sebagai mediator. Menurut dia, negara-negara Barat telah gagal menindaklanjuti mkesepakatan damai pada 21 Februari yang lalu.

Peskov juga mengatakan Rusia bukanlah aktor di balik manuver pemimpin di Crimea. Meskipun wilayah itu banyak dihuni orang-orang yang berlatar belakang Rusia. Namun Rusia khawatir akan terjadi kekerasan etnik di Crimea itu.

Dia juga membantah aksi Rusia di Crimea sebagai upaya perluasan wilayah. "Pengumpulan wilayah dalam gaya berabad-abad lalu tidak mungkin," tutur Peskov.

Crimea merupakan wilayah paling panas dalam krisis Ukraina. Setelah tergulingnya Presiden Ukraina Viktor Yanukovich, Rusia mengirim tentara ke Crimea. Rusia berdalih melindungi kepentingannya.

Putin Kontak Obama Sebelum Serang Ukraina

TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum menduduki dua bandar udara Simferopol di ibu kota Republik Otonomi Crimea, Presiden Vladimir Putin menelepon Presiden Barrack Obama. Rusia, katanya, berhak mengambil keputusan menyerang Ukraina jika berpotensi mengganggu kepentingannya. “Presiden Putin menganggap keselamatan warganya di Ukraina terancam akibat perkembangan akhir-akhir ini,” demikian pernyataan Biro Pers Istana Kremlin, seperti dikabarkan RIA Novosti, Ahad, 2 Maret 2014.


Parlemen Rusia merestui rencana aksi militer negaranya terhadap Ukraina. Kini, ratusan ribu tentara sudah dalam kondisi siaga penuh untuk melakukan aksi militer terhadap negara tetangganya itu. Jika Putin memerintahkan aksi militer, perang Rusia-Ukraina hampir pasti akan terjadi.

Perkembangan di Ukrania memang masih panas setelah demonstran berhasil memaksa parlemen untuk memakzulkan Presiden Viktor Yanukovych pada Sabtu, 22 Februari 2014. Yanukovych kemudian melarikan diri ke wilayah yang didominasi etnis Rusia, dan Kamis lalu dikabarkan berlindung di Moskwa.

Pada saat bersamaan, sekelompok orang bersenjata menguasai dua bandar udara Simferopol dan gedung parlemen Crimea. Mereka juga mengibarkan bendera Rusia di puncak gedung parlemen. Warga Crimea kebanyakan berasal dari etnis Rusia. Dari 46 juta jiwa penduduk Ukrania, 77 persen warga etnis Ukrania dan 17 persen etnis Rusia, sisanya dari Belarus.

Badan Imigrasi Rusia menyatakan sudah menerima permohonan mengungsi dari warga Ukraina. Sepanjang Februari, ada 143 ribu orang mengajukan aplikasi permohonan. Bahkan sebagian besar juga mengajukan permintaan untuk menjadi warga negara Rusia.

Presiden Amerika Obama mengecam intervensi militer yang dilakukan oleh Putin. Dia menyebutnya sebagai pelanggaran kedaulatan Ukraina dan melanggar hukum internasional. Rusia juga diminta meminimalkan ketegangan dengan menarik mundur tentaranya. Obama memperingatkan, “Kelanjutan aksi militer itu akan membawa Rusia ke arah sanksi politik dan ekonomi.”

Ukraina Tuding Rusia Lakukan Invasi Militer



TEMPO.COKiev - Kementerian Dalam Negeri Ukraina, Jumat, 28 Februari 2014, menuduh pasukan Rusia sedang melakukan langkah bersenjata ke Crimea. 

"Saya yakin dengan apa yang terjadi, yakni telah terjadi invasi militer dan pendudukan," kata Menteri Dalam Negeri Arsen Avakov dalam sebuah pernyataan tertulis di laman Facebook.

Namun demikian, menurut laporan jurnalis AFP di Crimea, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat, 28 Februari 2014, lapangan udara di Simferopol, Crimea, masih beroperasi normal pada Jumat, 28 Februari 2014. Sehari sebelumnya, bandara ini dikuasai oleh sejumlah pria bersenjata.

"Para penumpang berjalan normal menuju ke bandara yang terletak di pantai Laut Hitam, Ukraina, untuk melakukan penerbangan," kata jurnalis AFP.

Meski begitu, masih tampak puluhan pria bersenjata tak beridentitas melingkar di luar bandara. Mereka tidak merespons ketika ditanya berasal dari mana.

Kantor berita Interfax-Ukraine sebelumnya melaporkan bahwa sekitar 50 pria tak dikenal membawa bendera Rusia menguasai gedung lapangan udara pada Jumat dinihari, 28 Februari 2014, waktu setempat. Sehari sebelumnya, sejumlah pria bersenjata menguasai gedung pemerintah dan parlemen di Crimea.

Pada bagian lain, Al Arabiya melaporkan puluhan pria tak dikenal pro-Rusia berdiri di luar pintu masuk bandara dan mengaku kepada reporter AFP bahwa mereka mendapat perintah untuk bersiaga di sana.

"Kami sedang melawan fasisme dan nasionalisme. Kami akan bertahan di luar bandara," kata Dmitry, seorang pengacara muda, tanpa menjelaskan nama belakangnya.

Pada Kamis, 27 Februari 2014, kawasan di sekitar gedung parlemen Crimea dikuasai oleh sejumlah pria bersenjata pro-Moskow. Mereka menuntut diadakan referendum pada 25 Mei 2014 untuk meluaskan wilayah otonomi dari Kiev dan mengganti pemerintahan lokal dengan pejabat pro-Rusia.

Pengambilalihan gedung tersebut menyusul dilengserkannya Presiden Ukraina Viktor Yanukovych, sekutu Kremlin, yang dituduh bertanggung jawab atas kematian lebih dari 75 orang pengunjuk rasa pekan lalu.

PM Ukraina: Rusia Deklarasikan Perang




TEMPO.COKiev - Perdana Menteri semantara Ukraina, Arseniy Yatseniuk menyatakan Vladimir Putin telah menyatakan perang terhadap Ukraina, dengan mengirim pasukannya ke Crimea. Ia meminta militernya bersiaga namun meminta untuk tak menanggapi provokasi Rusia untuk menghindari pertumpahan darah. 

"Kita berada di ambang bencana," kata Yatseniuk. Kiev dikabarkan telah meminta bantuan dari Amerika serikat dan Inggris sebagai salah satu negara penandatangan pakta 1994 dimana Rusia berjanji akan menjamin keamanan Ukraina.

"Ini sebenarnya adalah deklarasi perang di negara saya. Kami mendesak Putin untuk menarik kembali pasukannya dari negara ini dan menghormati perjanjian bilateral," katanya. Namun menurut Yatseniuk, jika Putin ingin menjadi presiden yang memulai perang antara dua negara bertetangga itu, maka "Ia akan menjangkaunya dalam beberapa inci lagi."

Saat Yatseniuk berbicara, ratusan pasukan Rusia telah mengepung ibukota Crimea, Simferopol. Langkah ini merupakan manuver militer terbaru setelah presiden Ukraina yang didukung Rusia, Viktor Yanukovych dilengserkan dari jabatannya. 

Guardian menyaksikan kerumunan warga sipil etnis Rusia di luar pangkalan di Perevalnoye. Pasukan Rusia telah mengamankan gedung parlemen di Simferopol dan dua bandara di Crimea, memicu krisis paling parah sejak Perang Georgia pasca-runtuhnya Uni Soviet.

"Tujuan mereka adalah untuk menghentikan perekonomian Ukraina dan memulai kekacauan," kata penjabat presiden, Oleksandr Turchynov. "Mereka mencoba untuk memancing kepanikan."

Utusan NATO bertemu di Brussels untuk membahas situasi terbaru itu. Lithuania dan Polandia menyatakan bahwa tindakan Rusia mengancam mereka sebagai anggota NATO yang berbatasan dengan Rusia dan Ukraina, dan mendorong tindakan lebih lanjut. "Apa yang sedang dilakukan Rusia di Ukraina mengancam perdamaian dan keamanan di Eropa," kata sekretaris jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen.