Militer resmi mengambil alih kendali atas pemerintahan Thailand pada Kamis (22/5) lalu. Dinamika politik dan kudeta militer itu menjadi perhatian dunia, termasuk rakyat Indonesia.
Setelah mengambil alih pemerintahan, militer Thailand membentuk Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban. Pihak militer mengatakan, kudeta yang mereka lakukan untuk menghentikan ketegangan di antara politisi sipil sejak tahun 2006 lalu.
Terkait hal itu, sebagian pihak mencermati bahwa instabilitas seperti yang terjadi di Thailand itu bisa saja terjadi di Indonesia yang sedang dilanda demam politik. Instabilitas atau kekacauan bisa terjadi jelang atau sesudah Pilpres 2014. Mungkinkah militer atau Tentara Nasional Indonesia mengambil langkah serupa?
Saat tanya jawab dengan wartawan di Media Center Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengutarakan pandangannya terkait situasi krisis di negeri Gajah Putih. Secara tegas dia menyatakan TNI tidak mengenal tradisi kudeta.
"TNI secara tradisi tidak kenal kudeta, tapi saya harus berani katakan antara stabilitas dan demokrasi berada di ruang yang sangat sempit," tegas Moeldoko, hari ini.
Seolah ada dilema di sana. Bila negara kendor dalam menjaga stabilitas maka akan terjadi kekacauan atau anarkisme. Bila demokrasi dibiarkan begitu lepas, bukan tak mungkin rakyat akan jadi korban dan menderita. Namun dia juga menegaskan tidak boleh terjadi pengekangan terhadap kebabasan berdemokrasi dengan dalih stabilitas negara.
"Nah, TNI harus tahu bagaimana bermain di ruang sempit itu. Tapi saya berharap juga demokrasi kita ini bukan di masa transisi terus. Jadi, kapan kita menuju demokrasi yang matang?" tegasnya.
No comments:
Post a Comment